infoPKU

Ada kabar buruk bagi generasi milenial, karena diyakini ada 10 penyakit yang menghantui milenial saat ini.

Demikian hasil studi dari Blue Cross Blue Shield (BCBS). Menurut studi tersebut, generasi milenial mulai mengalami penurunan kesehatan di usia 27 tahun.

Sebagaimana diketahui, kaum milenial sering kali dituntut untuk produktif, kreatif, bahkan melek terhadap teknologi masa kini. Selain itu, milenial saat ini juga suka terhadap hal-hal baru.

Ternyata hal tersebut membuat kaum milenial saat ini lebih gampang terserang penyakit, jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Berikut ini ada 10 penyakit yang menghantui milenial saat ini, diantaranya:

Depresi

Depresi kini menjadi masalah utama pada generasi milenial. Hal tersebut berdasarkan studi yang dilakukan pada generasi milenial di Amerika Serikat (AS). Depresi pada milenial biasanya disebabkan berbagai masalah akibat pekerjaan, percintaan, keuangan, life style, bahkan keluarga.

Narkoba

Akhir-akhir ini semakin banyak kalangan milenial yang menggunakan narkoba. Tak melulu karena didorong rasa ingin tahu yang besar, milenial juga menggunakan narkoba untuk melarikan diri dari berbagai masalah hidupnya. Narkoba sendiri memiliki efek buruk seperti bisa merusak saraf dan otak, menyebabkan halusinasi, hingga kematian.

Alkohol

Sama halnya dengan penggunaan narkoba, banyak milenial yang minum minuman beralkohol sebagai pelepas stres masalah yang sedang dihadapinya. Jika terlalu sering dikonsumsi, alkohol dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan yang harus dipenuhi.

Hipertensi

Hipertensi atau darah tinggi biasanya disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat. Penyakit yang kini mengintai kesehatan para milenial ini bisa menyebabkan resiko penyakit jantung hingga stroke.

Hiperaktif

Karena selalu dituntut produktif, kreatif, kebanyakan generasi milenial sering bergerak terlalu aktif hingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk istirahat. Akibat kesibukannya, bisa membuat mereka rentan mengalami kelelahan bahkan depresi.

Psikotik

Psikotik adalah suatu kelainan jiwa yang masih dapat disembuhkan. Kondisi ini menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk membedakan kenyataan dan imajinasi. Gejala yang ditunjukkan seperti mengalami delusi atau waham, halusinasi, dan berperilaku aneh.

Penyakit Crohn

Penyakit chorn merupakan penyakit saluran cerna yang dapat menyebabkan nyeri perut, diare, turun berat badan, anemia, dan kelelahan. Penyakit ini dikenal juga sebagai radang usus (IBD).

Crohn disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat, hingga berdampak buruk pada kesehatan organ pencernaan. Bahkan hal ini sering diabaikan sampai kondisinya kronis.

Kolesterol Tinggi

Pola makan yang tidak sehat, jarang berolahraga, hingga jarang bergerak membuat kolesterol dapat menumpuk di dalam darah. Hal tersebut bisa terserang penyakit jantung dan stroke meskipun di usia muda.

Penyakit Karena Merokok

Merokok di kalangan milenial memang semakin meningkat, terutama sejak hadirnya rokok elektrik (vape). Untuk perlu diketahui, rokok jenis apapun bisa menjadi faktor resiko dari banyak penyakit kronis.

Diabetes Tipe 2

Gaya hidup yang tidak sehat seperti mencoba makanan dan minuman kekinian, bisa menyebabkan generasi milenial saat ini rentan mengalami penyakit diabetes tipe 2. Ini disebabkan karena kelebihan mengkonsumsi gula, garam, dan lemak.

Kulineran menjadi gaya hidup milenial saat ini. Tapi tahukah Encik dan Puan, ternyata ada alasannya kenapa kita suka makan.

Ternyata, hasil dari penelitian mengungkap penyebabnya. Alasan kenapa kita suka makan, adalah karena makanan lezat memicu peningkatan dopamin di otak.

Dopamin sendiri merupakan senyawa kimiawi di otak yang berperan untuk menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh.

Hormon ini memengaruhi berbagai aktivitas kita, mulai dari kemampuan mengingat hingga menggerakkan anggota tubuh.

Hormon ini juga disebut sebagai hormon pengendali emosi. Jika dilepaskan dalam jumlah yang tepat, hormon ini akan meningkatkan suasana hati. Sehingga kita akan merasa lebih senang dan bahagia.

Namun jika kekurangan hormon dopamin, akan menyebabkan suasana hati kita menjadi buruk. Terburuknya dapat meningkatkan risiko depresi.

Nah kembali lagi pada penelitian alasan kita suka makan tadi. Berdasarkan penelitian Max Planck Institute for Metabolism Research, dopamin sebenarnya dilepaskan pada dua waktu yang berbeda. Yakni saat makanan pertama kali dicerna, dan satu lagi ketika sampai di perut.

Penjelasannya adalah seperti ini:

Ketika makanan yang telah dikonsumsi makanan mencapai usus, ia berkontribusi pada proses ‘hadiah’ dopamin secara keseluruhan.

Periset Marc Tittgemeyer dan rekan-rekannya melakukan penelitian mengenai bagaimana otak manusia merespon asupan makanan.

Dengan merekrut 12 sukarelawan sehat, setengahnyadiminta minum milkshake yang enak. Setengahnya lagi mengonsumsi minuman lain yang hambar.

Lalu otak mereka dipindai melalui positron emission tomography (PET) yang memungkinkan para peneliti memantau pelepasan dopamin. Yakni saat saat makanan pertama kali dicerna, dan satu lagi ketika sampai di perut.

Dua kali pelepasan hormon dopamin tersebut mencerminkan bahwa mulut dan perut kita menyukai makanan karena dua alasan berbeda. Mulut menyukai makanan karena rasanya enak, dan perut menyukainya karena penuh nutrisi.

Bagi kita yang merasakan pelepasan lebih besar, kemudian tubuh kita merespons nilai gizi makanan. Perut kita seolah memberi tahu otak, bahwa makanan tersebut enak. Oleh karena itu muncul dorongan untuk makan lagi.

Hal ini menjadi bukti bahwa tubuh memberi kita imbalan karena kita mengkonsumsi makanan yang baik untuk kita, bukan hanya yang rasanya enak.

Hasil penelitian ini kemudian berimplikasi pada cara kita menyikapi obesitas. Jadi semakin kita menginginkan makanan, semakin sedikit imbalan yang kita dapat saat perut menghitung nutrisi.

Saat kita mengkonsumsi makanan dengan kadar gula dan lemak tinggi, kita justru meninggalkan pelepasan dopamin kedua.

Pelepasan dopamin kedua ini terkait dengan kandungan nutrisi. Hal tersebut, berujung pada pilihan yang kurang sehat.

Penelitian ini juga menjadi pengingat, makanan yang tidak langsung memuaskan hasrat memiliki imbalan tersendiri. Kita hanya perlu bersabar untuk mendapatkannya.

Awalnya kita mendapatkan dorongan dopamin yang bagus dari mencicipi makanan, tetapi kita membutuhkan pelepasan dopamin pasca-konsumsi untuk merasa puas. Hal tersebutlah yang membuat kita doyan makan sampai dopamin yang dilepaskan cukup.