#ISG_2013 Tarung Partai Biru dan Kuning di ISG

0
183

Lupakan kekecewaan pejabat Riau atas keputusan Menpora Roy Suryo memindahkan lokasi pelaksanaan even multicabang Islamic Solidarity Games III dari Kota Pekanbaru ke Jakarta. Lupakan pula soal persiapan Riau yang katanya sudah menelan dana miliaran dari kas APBD yang entah bagaimana pertanggungjawabannya nanti.

Ada kisah kisruh yang muncul, terutama di Pekanbaru, setelah keputusan Menpora itu. Beberapa hari lalu, Humas Pemerintah Provinsi Riau menyebar tulisan Gubernur Riau, Rusli Zainal ke sejumlah media di Riau dan perwakilan media pusat.

Walaupun tulisan itu diduga bukan buatan asli sang gubernur, salah satu isi tulisan itu membeberkan buruknya hubungan antara Rusli yang juga menjabat salah satu unsur Ketua DPP Partai Golkar dengan Wakil Gubernur Riau Mambang Mit yang saat ini menjabat Ketua DPD Partai Demokrat

Rusli menyebutkan, Mambang kurang mampu menjalankan amanah tatkala ditunjuk menjadi Ketua Harian PB PON Riau 2012. Selama dua tahun Mambang menjabat ketua harian, persiapan PON dianggap stagnan. Makanya kemudian, Rusli menunjuk tangan kanannya Syamsurizal, menggantikan Mambang dijabatan ketua harian. Setelah itu, barulah persiapan PON berjalan lancar.

Masih di tulisan itu, Roy Suryo rupanya pernah bertanya, kalau sekiranya sang gubernur – yang sekarang tersangka kasus korupsi ini – ditahan KPK, siapa yang diharapkannya meneruskan persiapan ISG?

Ternyata Rusli bukan menunjuk Mambang Mit yang nantinya otomatis akan menjadi pelaksana tugas Gubernur Riau. Rusli kembali memilih orang dekatnya, Syamsurizal, Kepala Inspektorat Daerah Riau atau Asisten III Pemprov Riau, Emrizal Pakis.

Rusli menyebutkan dia trauma dengan Mambang saat persiapan PON itu. Rusli juga mengaku sejak PON dia bekerja sendirian karena pejabat lain sibuk mengurus Pilkada. Tentu saja, pejabat yang dimaksud sibuk Pilkada itu lebih ditujukan kepada Mambang yang berencana maju di pilkada Riau pada September ini lewat perahu Partai Demokrat, meskipun Syamsurizal pun secara terang-terangan berminat dengan jalur Partai Golkar.

Muncul pertanyaan, benarkah tudingan Rusli bahwa Mambang merupakan orang yang tidak mampu berbuat dan bekerja sama? Benarkah Rusli selama ini bekerja sendiri?

Tudingan itu mungkin ada benarnya, namun mari kita lihat sejarah hubungan Mambang dan Rusli. Pada periode pertama Rusli menjabat Gubernur tahunn2003-2008, Mambang adalah orang kepercayaan Rusli di jajaran pemerintahan.

Mambang adalah Sekretaris Daerah Riau. Mambang adalah pejabat pemerintahan tertinggi yang memegang kendali keuangan daerah, sebagai Pengguna Anggaran Pemprov Riau. Saking dekatnya hubungan itulah, pada saat pencalonan gubernur periode kedua, Rusli mengajak Mambang menjadi wakilnya.

Sayang hubungan mesra itu hanya bertahan sebentar, karena Mambang dipinang oleh Partai Demokrat untuk menjadi Ketua DPD Riau. Jabatan ketua partai itu dianggap sebagai awal perpecahan Rusli – Mambang. Perseteruan semakin membesar, tatkala Partai Demokrat Riau tidak mendukung Septina Primawati, istri pertama Rusli, sebagai calon Walikota Pekanbaru.

Orang dekat Mambang di Partai Demokrat Riau, yang tidak ingin disebut namanya mengungkapkan, waktu itu Rusli mengabaikan peran Mambang di DPD dan membypass kepemimpinan Mambang dengan meminta dukungan jalur pusat DPP Partai Demokrat.

Mambang tentu marah karena disepelekan dan dia kemudian memilih mendukung Firdaus yang sekarang ini menjadi Walikota Pekanbaru setelah mengalahkan Septina, dua kali secara telak dalam tarung pilkada dua putaran. Sejak itu, perpecahan keduanya sudah tidak dapat diperbaiki lagi.

Mambang semakin dikucilkan di jajaran pejabat Riau yang mendukung penuh Rusli. Salah satu kisah sedih Mambang adalah ketika dia “diusir” oleh Sekretaris Daerah Riau, Wan Syamsir Yus pada saat pelantikan mutasi pejabat Pemprov Riau, di Gedung Daerah. Luar biasa, Sekda mengusir Wakil Gubernur. Mambang benar-benar sendiri.

Penunjukan Mambang sebagai Ketua Harian PB PON Riau 2012, sebenarnya lebih dari sebuah keterpaksaan saja. Mambang sudah tidak mungkin dapat bekerja dengan anak buah Rusli, karena memang dia tidak pernah diberi peran oleh gubernurnya.

Kalau kemudian Rusli menuding Mambang yang menjabat ketua harian tidak mampu mempersiapkan PON dengan baik, apakah itu sebuah kebenaran? Mungkin, kalimat yang lebih tepat adalah, Mambang memang tidak mampu, karena seluruh jajaran pejabat di bawah Rusli tidak mau berkerjasama. Bagaimana Mambang mau bekerja, kalau tidak ada yang mau mendukungnya. Mambang sudah dicap penghianat. Bergaul dengan penghianat adalah sebuah ketakutan tersendiri buat pejabat yang ada di Riau, sampai saat ini.

Keputusan Menpora memindahkan lokasi ISG ke Jakarta, salah satunya sangat dimungkinkan akibat ucapan Mambang kepada Roy Suryo, yang juga koleganya di Partai Demokrat. Rumor yang berkembang, kepada Roy, Mambang menyatakan, Riau memang kurang siap untuk ISG.

Kalau saja masukan Mambang kepada Roy memang benar, apakah Mambang dapat disalahkan? Mari kita lihat fakta di lapangan.

Berdasarkan pengamatan Kompas, persiapan Riau untuk ISG memang sangat lamban. Apalagi setelah KPK menangkap sembilan anggota DPRD Riau dan mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas dalam kasus suap pembangunan arena PON. Ledakan semakin besar, tatkala Rusli Zainal juga ditetapkan sebagai tersangka.

Penundaan jadwal ISG dari bulan Juni 2013 menjadi bulan Oktober (awalnya), adalah bukti yang tidak terbantahkan tentang ketidakmampuan Riau bersiap. Sejak kasus suap PON yang melibatkan anggota DPRD Riau dan terakhir kasus Rusli, pejabat Riau terlihat begitu berhati-hati, bahkan boleh dikatakan takut menggunakan anggaran pembangunan. Hanya karena malu saja makanya ISG tetap dilanjutkan, walau dengan susah payah.

Mengutip pernyataan Rusli yang mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan diri selama tiga tahun, semestinya, persiapan ISG sudah tidak ada kendala lagi. Bukankah sejak 2006 Riau sudah ditunjuk sebagai tuan rumah PON dan multieven berat itu sudah terlaksana pada September 2012. ISG tinggal selangkah lagi. Kalau boleh jujur, menyelenggarakan PON jauh lebih berat dibandingkan ISG. Kalau Riau mampu, tentunya, ISG pasti akan berlangsung pada bukan Juni ini.

Sebelum keputusan Roy memindahkan ISG ke Jakarta, persiapan ISG di Riau memang cenderung stagnan. Bahkan sampai hari ini, perbaikan kolam renang yang diminta perwakilan ISSF (federasi olahraga negara-negara Islam, lembaga penyelenggara ISG) tidak kunjung dilakukan.

Utang Pemprov Riau kepada konsorsium pembangunan Stadion Utama PON sebesar Rp 200 miliar (PT Adhi Karya, PT Waskita Karya dan PT Pembangunan Perumahan), tidak pernah diurus pelunasannya. Pemprov Riau tidak berani mengajukan pembayaran dana lewat APBD karena tau proyek itu sebenarnya sudah tutup buku dan tidak ada payung hukumnya. Riau justru memilih pola menantikan gugatan konsorsium BUMN itu di pengadilan. Wajar saja apabila pihak konsorsium menggembok Stadion Utama.

Riau memiliki masalah pelik, dan status tersangka yang disandang Rusli memang memberatkan. Akhirnya, mari kita bertanya lagi, apakah Riau tidak mampu mempersiapkan ISG?

Kalau untuk persiapan 100 persen, jelas Riau tidak mampu, namun bukan berarti Riau langsung dibuang begitu saja. Berbagai gedung olahraga Riau eks PON 2012, cukup layak untuk menjadi lokasi pertandingan kelas Asia. Sebut saja, Stadion Atletik, GOR Senam, GOR Chevron, Gelanggang Remaja, GOR Universitas Lancang Kuning, GOR Universitas Islam Riau dan lapangan tenis PTPN V yang tidak kalah dengan arena di luar negeri.

Kompas menyaksikan sendiri, kondisi arena-arena pertandingan di ISG I Arab Saudi tahun 2005 yang cukup bagus, namun tidak terlalu sempurna untuk pertandingan kelas Asia, apalagi dunia. Lapangan tenis PTPN V Pekanbaru, rasanya lebih baik dari lapangan tenis ISG I di kota Taif, Mekkah.

Herannya, dalam kisruh antara Menpora dan Riau, kemana suara Komite Olimpiade Indonesia, yang merupakan lembaga resmi penyelenggaraan multieven ini? Kok diam? Bukankah lembaga yang dipimpin oleh Rita Subowo ini, selama ini begitu getol menyebut Riau sudah siap. Sudah berapa kali tim asistensi KOI yang dipimpin oleh tokoh olahraga senior Joko Pramono dan Indra Kartasasmita, bahkan Rita Subowo sendiri ikut meninjau persiapan Riau baik persiapan fisik dan non fisik?

KOI dan Suryo semestinya dapat bertindak arif. Misalnya, tetap mengajak Riau menjadi tuan rumah bersama dengan Jakarta. Melibatkan Riau dalam ISG, mungkin dapat membuat hubungan partai kuning dan biru di Riau, sedikit membaik.

Sumber : Kompas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.