Hari ini, 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional (HFN). Untuk tahun 2021 ini merupakan perayaan yang ke-71. Menilik dari sejarahnya, Film Indonesia sebenarnya sudah mulai diproduksi sejak zaman penjajahan Belanda.
Film Pertama
Film Indonesia pertama bahkan sudah dirilis di tahun 1926 berjudul Loetoeng Kasaroeng dan Lily Van Shanghai di tahun 1928. Sayangnya, meski menghadirkan banyak aktor lokal, dua film tersebut disutradarai oleh orang asing, L Heuveldorp yang berkebangsaan Belanda. Selain itu film ini mencerminkan adanya dominasi Belanda dan Tiongkok. Oleh karenanya film itu tidak dijadikan patokan penetapan Hari Film Nasional.
Penetapan Hari Film Nasional
Meski Indonesia telah merdeka sejak tahun 1945, perusahaan film nasional sendiri baru berdiri 5 tahun setelahnya. Pada tahun 1950, Umar Ismail dan kawan-kawan mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini).
Adapun film yang diproduksi Perfini adalah Darah dan Doa yang mulai pengambilan gambar perdana pada 30 Maret 1950 dan Umar Ismail sebagai sutradaranya.
Film ini kemudian menuai sukses karena menggambarkan ideologi yang dimiliki oleh orang-orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan mereka.
Kemudian tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional dalam Konferensi kerja Dewan Film Indonesia bersama Organisasi Perfilman pada 11 Oktober 1962 di Jakarta. Usmar Ismail (Perfini) dan Djamaludin Malik (Persari) lalu diangkat sebagai Bapak Perfilman Nasional.
Dari situ pula momen ini dianggap menjadi titik bangkitnya perfilman Tanah Air pada era Presiden BJ Habibie dan diresmikan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999.
Perkembangan Film Nasional
Namun perfilman Indonesia sendiri dalam perjalanannya sempat pasang-surut, dimana film Indonesia selama tahun 980-an dan tahun 1990-an terpuruk karena tidak berkutik menghadapi arus film impor.
Selain itu, perfilman Indonesia juga harus bersaing dengan sinetron yang ditayangkan oleh televisi swasta, yang mana lebih digemari masyarakat saat itu.
Perfilman Indonesia sendiri mulai bangkit setelah berakhirnya Orde Baru, dengan munculnya film hasil karya sineas seperti Garin Nugroho, Riri Reza, Rizal Mantovani, Jose Purnomo, dan beberapa sineas lainnya.
Kehadiran mereka seperti memberikan semangat baru pada industri film Indonesia yang sempat mati suri. Pada tahun 2002, Indonesia hanya memproduksi 11 judul film. Tahun 2004 dengan 22 judul film, tahun 2005 dengan 34 judul film, dan tahun 2006 dengan 33 judul film.
Sejak tahun 2018, pencapaian jumlah penonton naik pesat dari tahun-tahun sebelumnya. Yang mana pada tahun itu perfilman Indonesia menyentuh angka 50 juta penonton dari total 132 film yang rilis.
Merayakannya di Tengah Pandemi
Di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, tak pelak juga memengaruhi perfilman Indonesia. Sejak 2020 silam sejumlah bioskop di Indonesia ditutup, meski kemudian akhirnya beberapa bioskop akhirnya diizinkan dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
View this post on Instagram
Di Pekanbaru sendiri bioskop akan dibuka keesokan hari (Rabu, 31/3/2021) yang menjadi kabar baik bagi Encik dan Puan pecinta film.
BREAKING NEWS~
Cinépolis Pekanbaru Livingworld akan kembali dibuka mulai BESOK, 31 MARET 2021! Yuk nonton Godzilla VS Kong dan film baru lainnya dan segera beli tiketnya#infoPKU #Pekanbaru #bioskoppekanbaru pic.twitter.com/UWabUWy3gH
— Informasi Pekanbaru (@infoPKU) March 30, 2021
Horay! Mulai BESOK Encik dan Puan bisa kembali nonton film-film seru di CGV Transmart Pekanbaru. Cek jadwal film dan beli tiketnya di https://t.co/vyf8zrPm3n atau aplikasi CGV ya.#infoPKU #Pekanbaru #bioskoppekanbaru pic.twitter.com/bB04ZwZcLX
— Informasi Pekanbaru (@infoPKU) March 30, 2021
Ada yang buka lagi nih ada yang buka lagi! Kira-kira lokasi mana aja yang akan mulai beroperasi besok?#infoPKU #Pekanbaru #bioskoppekanbaru pic.twitter.com/iEagBNMIIN
— Informasi Pekanbaru (@infoPKU) March 30, 2021