Problematika Kelapa Sawit Pada Lingkungan

0
1332
Hampir di sepanjang jalan dapat di temui ladang kelapa sawit | infoPKU
Hampir di sepanjang jalan dapat di temui ladang kelapa sawit | infoPKU

Hampir di sepanjang jalan dapat di temui ladang kelapa sawit | infoPKU

Siapa yang tidak mengenal tanaman satu ini? Tanaman industri ini masih satu kerabat dengan tanaman palem, yaitu Kelapa Sawit (Elaeis).

Tanaman yang telah dibudidayakan dari zaman Hindia Belanda ini menghasilkan minyak masak, minyak industri, serta bahan bakar (biodiesel) dan tersebar di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Tingginya permintaan akan minyak kelapa sawit, berdampak pada banyaknya hutan dan perkebunan lama yang kemudian dikonversikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Hal ini dapat terlihat pada tahun 2014, Indonesia memproduksi 33,5 juta ton minyak sawit, yang menghasilkan US $ 18,9 miliar dari pendapatan ekspor.

Minyak sawit telah menjadi ekspor paling berharga setelah batubara dan migas, dimana menjadi fenomena dengan pertumbuhan industrinya yang luar biasa dalam 30 tahun terakhir.

Riau menjadi propinsi di Indonesia dengan lahan sawit terluas, yakni sekitar 4,04 juta hektare. Hal ini disebabkan wilayah Pulau Sumatera timur memiliki lahan tanah gambut yang cocok ditanami kelapa sawit.

Berdasarkan data dari BLH Riau, lahan gambut terluas ada di Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.

Total luas wilayah gambut di Provinsi Riau sendiri lebih dari 500.000 ha lahan gambut. Untuk diketahui bahwa gambut merupakan jenis tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi.

Maraknya perkebunan sawit di Indonesia juga diperhatikan para aktivis lingkungan dunia. Pada tahun 2004, dibentuklah Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit.

Yang menjadi problematika saat ini adalah penghancuran hutan serta hilangnya habitat orang utan di Indonesia, yang merupakan spesies yang terancam punah.

Sedangkan dari dalam negeri, Walhi menyebut terdapat 5 propinsi yang mengalami dampak terparah, yakni Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumsel, Provinsi Kalbar dan Provinsi Kalteng.

Saat ini tidak sedikit para pemilik perusahaan melakukan “aksi kotor” dalam pembukaan lahan untuk kelapa sawit, seperti melakukan pembakaran hutan dan lahan karena biaya yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi.

Berbagai upaya pemerintah untuk memadamkan titik api, bahkan dengan meminta bantuan asing, namun masih terkendala musim kemarau serta sifat lahan gambut yang mudah terbakar.

Jika hal ini terus terjadi, maka dampaknya berupa kabut asap yang sangat buruk bagi kesehatan. Seperti penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), iritasi kulit, iritasi mata, asma dan pneumonia.

Sebenarnya keuntungan penanaman kelapa sawit tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem hayati yang terjadi akibat pengalihan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Beberapa diantaranya adalah kabut asap akibat pembukaan lahan dengan cara dibakar menyebabkan kabut asap. Belum lagi sifat dari kelapa sawit yang menyerap banyak unsur hara dan air dalam tanah, serta masih banyak lagi.

Dampak nyata yang kita rasakan adalah beberapa bulan lalu yaitu kabut asap hingga kita “mengekspor” ke negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Selain menimbulkan beberapa penyakit, kabut asap juga mengakibatkan aktifitas dibatalkan seperti kegiatan belajar mengajar (sekolah), penerbangan dan lain-lain.

Salah satu hal yang menyebabkan ini terjadi adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di daerah. Semakin mudahnya perizinan, maka akan semakin banyak tanaman kelapa sawit yang ditanam.

Seharusnya Indonesia mencontoh negara tetangga Malaysia, dimana sejak tahun 1992 Malaysia telah membatasi ekspansi perkebunan sawit di wilayahnya dengan menerapkan peraturan batas minimum lahan negara sebagai hutan.

Namun di Indonesia permasalahan ini setiap tahun selalu terjadi, yang berimbas pada berbagai sektor, sehingga dibutuhkan peran pemerintah pusat dalam menyelesaikan masalah tersebut hingga tuntas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.