Putri Kaca Mayang merupakan sebuah dongeng mengenai asal mula Kota Pekanbaru. Dulu namanya dijadikan sebagai Taman Rekreasi di pusat Kota Pekanbaru. Saat ini Taman Rekreasi Kaca Mayang sudah dihancurkan dan menjadi Taman Ruang Terbuka Hijau Kaca Mayang.
Putri Kaca Mayang sendiri makamnya berada di Desa Gasib, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak. Berikut ini dongeng Putri Kaca Mayang:
Pada zaman dahulu kala, berdirilah kerajaan yang sangat termasyur di tepian Sungai Siak. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Gasib. Kemasyuran tersebut dikarenakan adanya seorang panglima yang gagah perkasa dan juga disegani, Panglima Gimpam namanya.
Selama Panglima Gimpam menjadi panglima kerajaan, tidak ada satupun kerajaan lain yang dapat menaklukkan Kerajaan Gasib karena pasukan yang dipimpinnya selalu memenangkan pertarungan.
Tak hanya itu, di Kerajaan Gasib juga ada salah seorang putri yang kecantikannya telah terkenal hingga ke berbagai negeri. Putri tersebut bernama Putri Kaca Mayang.
Meski demikian, belum ada seorang raja pun yang berani meminangnya. Mereka merasa segan untuk meminang sang Putri, karena Raja Gasib terkenal mempunyai Panglima Gimpam yang gagah berani itu.
Sampai pada suatu hari, datanglah dua utusan yang berasal dari Kerajaan Aceh. Adapun tujuan kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan pinangan Raja Aceh yang ingin mempersunting Putri Kaca Mayang. Akan tetapi, pinangan tersebut ditolak oleh Raja Gasib yang merasa bahwa putrinya masih belum bersedia untuk dinikahi.
Setelah pinangan tersebut ditolak, maka kedua utusan tersebut kembali ke Aceh dan menyampaikan penolakan Raja Gasib. Raja Aceh yang tersinggung akhirnya memutuskan untuk berperang.
Raja Gasib sebelumnya telah menduga bahwa Raja Aceh akan menyerang karena penolakan tersebut. Oleh sebab itu, ia pun segera mempersiapkan pasukannya di bawah pimpinan Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam pun langsung menuju ke kuala sungai untuk berjaga di gerbang utama, menyambut kedatangan pasukan Kerajaan Aceh yang hendak menyerang.
Ternyata persiapan ini diketahui oleh Raja Aceh melalui mata-mata yang diutusnya. Raja Aceh pun mengeluarkan siasat licik dengan memaksa seorang penduduk setempat untuk menunjukkan jalan lain menuju ke Kerajaan Gasib.
Akhirnya, sampailah Raja Aceh ke Kerajaan Gasib tanpa sepengetahuan Panglima Gimpam. Dengan ketiadaan Panglima Gimpam, maka memudahkan Raja Aceh memporak-porandakan Kerajaan Gasib.
Para prajurit Kerajaan Gasib yang tidak menduga hal ini akhirnya kalah perang. Setelah memporak-porandakan Kerajaan Gasib, Raja Aceh kemudian melarikan Putri Kaca Mayang.
Panglima Gimpam yang baru mengetahui hal tersebut, kemudian bergegas menuju ke Kerajaan Aceh. Dengan kesaktiannya, Panglima Gimpam sampai di gerbang Kerajaan Aceh.
Namun di depan gerbang tersebut, ia telah disambut oleh para prajurit dan dua ekor gajah ganas Kerajaan Aceh. Berkat kesaktiannya, ia berhasil mengalahkan para prajurit tersebut. Bahkan gajah tersebut berhasil dijinakkannya.
Melihat kesaktian Panglima Gimpam, Raja Aceh akhirnya menyerahkan Putri Kaca Mayang. Seketika itu juga, Panglima Gimpam memutuskan untuk kembali pulang ke Kerajaan Gasib.
Selama di perjalanan, Putri Kaca Mayang mengidap suatu penyakit parah. Kesehatan tubuhnya semakin melemah dan ia tidak tahan lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Akhirnya di tepian Sungai Kuantan, Putri Kaca Mayang meminta Panglima Gimpam untuk menghentikan perjalanan. Tak lama kemudian, ia meninggal di pangkuan Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam yang menyesal telah gagal membawa Putri Kaca Mayang kembali dengan hidup akhirnya menyerahkan jenazah Putri kepada Raja Gasib.
Mengetahui hal itu, Raja Gasib beserta seluruh penduduk Kerajaan Gasib merasa sedih. Bahkan ia akhirnya menyerahkan pucuk pemerintahan kepada Panglima Gimpam karena merasa tak mampu lagi memimpin kerajaan.
Sepeninggalan Raja Gasib yang mengasingkan diri di Gunung Ledang, Malaka, Panglima Gimpam pun menjadi pemimpin kerajaan. Namun karena kesetiaannya, Panglima Gimpam melepaskan jabatannya.
Panglima Gimpam kemudian memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Gasib dan membuka perkampungan baru yang akhirnya semakin berkembang. Perkampungan tersebut kini menjadi Kota Pekanbaru.
Dongeng ini dipercaya sebagai asal-usul Kota Pekanbaru, makam Panglima Gimpam sendiri masih dapat Encik dan Puan jumpai di Hulu Sungai Sail, sekitar 20 km dari kota Pekanbaru.