Bajaj Pekanbaru Yang Tergerus Zaman

1
1952
Jpeg

Jpeg

Di zaman yang modern ini, semuanya berkembang pesat termasuk transportasi di berbagai sektor. Di mana telah banyak angkutan yang efisien, nyaman dan cepat. Namun, terdapat salah satu angkutan umum yang masih bertahan hingga saat ini, yaitu Bajaj (dibaca “ba-jai”).

Bajaj sendiri dapat ditemukan di Kota Jakarta, Kota Banjarmasin dan Kota Pekanbaru serta beberapa Ibu Kota kabupaten. Bajaj berasal dari Negara India. Nama bajaj sendiri sebenarnya merupakan merek salah satu perusahaan otomotif di India, yaitu Bajaj Auto, yang juga mengeluarkan sepeda motor Bajaj seperti Bajaj pulsar, dll.

Jpeg

Angkutan umum beroda tiga ini dapat memuat dua orang penumpang dewasa dan satu anak kecil. Di depannya terdapat satu kursi pengemudi dengan sebuah tuas kemudi beserta kopling. Meskipun di dalam Bajaj tidak terdapat fasilitas khusus seperti musik, tv maupun AC, namun dari dulu Bajaj sudah mendapat tempat di hati Masyarakat.

Penampilan Bajaj yang identik dengan warna merah sering muncul di era 80’an pada film komedi legendaris, Warung Kopi (Warkop). Pada tahun 2002, nama Bajaj menjadi sebuah serial komedi lawak drama di TV berjudul “Bajaj Bajuri”.

Tidak hanya itu saja, kesohoran Bajaj juga diangkat ke layar lebar pada tahun 2014 di Film “bajaj bajuri the movie” yang sukses menghibur masyarakat di Indonesia.

Seiring perjalanan waktu, Bajaj pun mulai “terlupakan”. Salah satu penyebabnya yaitu Bajaj menggunakan mesin berjenis 2 tak berbahan bakar premium dengan emisi gas buang yang tidak ramah lingkungan, serta juga mengeluarkan bunyi mesin yang memekakkan telinga. Sehingga banyak masyarakat beralih ke moda transportasi yang lain.

Sedangkan kondisi Bajaj Pekanbaru sendiri masih menggunakan mesin 2 tak dan telah dimakan usia. Edi, seorang pengemudi Bajaj, mengaku penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-sehari.

“Penghasilan dalam sehari bergelombang, kadang Rp 200.ooo, kadang juga Rp 250.000 dan belum dipotong uang makan dan minyak,” ujar Edi.

Jpeg

Untuk diketahui bahwa pengemudi bajaj tidak memasang tarif khusus. Karena tarif berdasarkan nego/kesepakatan pengemudi dengan penumpang. Hal inilah yang membuat Bajaj masih bisa bertahan hingga saat ini. Edi menambahkan, “kalau saat ini, jumlah bajaj ada 15, tapi yang aktif hanya sekitar 10”.

Dulunya Bajaj sangat populer dan ramai mangkal di depan Plaza Senapelan. Namun kini jumlah angkutan tersebut sudah tidak banyak seperti dulu. Saat ini beberapa yang aktif hanya mangkal pada pagi hari di pasar bawah dan siangnya di depan Plaza Sukaramai.

Melihat yang terjadi, sudah seharusnya Pemko Pekanbaru memperhatikan nasib para supir Bajaj, karena dengan ukurannya yang kecil, dapat memecah kebuntuan macetnya kota bertuah. Diharapkan nantinya Pemko dapat mencontoh langkah dari Pemprov Jakarta yang telah lebih dulu melakukan peremajaan agar nilai sejarah Bajaj tidak terhapuskan.

1 COMMENT

  1. ga usah pake -pake melestarikan bajaj. pekanbaru itu bukan angkot city. kota baru harusnya menerapkan sistem angkutan massal modern yg lbh manusiawi semacam LRT/MRT. manfaaatkan technology . semisal diaktifkannya grab bike atau gojek di Pekanbarukalau untuk menghindari macet. ga usah tiru2 Jakarta atau kota2 di pulau Jawa yg udah terlanjur semerawut. lagipula pengemudi bajaj di Pekanbaru jg sangat2 sedikit dan dari luar Riau pula.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.