Pekanbaru, MEA, dan Produk Lokal

0
799

Lambang-MEA

Akhir-akhir ini Encik dan Puan sering mendengar istilah MEA? MEA merupakan kepanjangan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memiliki pola untuk mengintegrasikan ekonomi di kawasan ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau free trade antara sesama negara anggota ASEAN.

Awal Januari 2016 ini, sebanyak empat perusahaan ritel waralaba asing telah mendatangi Kota Pekanbaru untuk memantau peluang bisnis. Demikian yang dikatakan oleh Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustian dan Perdagangan Pekanbaru, Mas Irba Sulaiman, Selasa (19/1).

Adapun empat ritel asing itu, Mas Irba menyebutkan adalah Seven Eleven, Circle K, Swensens, dan K24. Di mana keempat ritel tersebut telah mendatangi Disperindag Pekanbaru untuk berdiskusi soal potensi bisnis dan perizinan usaha di Kota Pekanbaru.

Mengenai masuknya ritel asing di Kota Pekanbaru, Mas Irba mengaku bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru tidak mempersoalkannya selama masih memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Pemko Pekanbaru secara terbuka menerima ritel yang ingin berinvestasi.

Dengan hadirnya investasi asing ini sendiri dapat memberikan peluang bagi Pekanbaru untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi, terlebih Encik dan Puan ketahui bahwa Pekanbaru minim potensi wisata dan sumber daya alam.

Kota Pekanbaru sendiri memang menjadi daya tarik karena merupakan daerah investasi dengan dukungan penduduk di atas satu juta jiwa. Buktinya saat ini saja ada lebih dari 100 gerai milik dua ritel Alfamart dan Indomaret.

Selain dari sektor ritel, sektor pedagangan, properti dan jasa cukup diminati di Kota Pekanbaru. Yang mana nilai investasinya terus meningkat setiap tahun, bahkan hingga akhir November 2015 lalu mampu meraih Rp 11,8 triliun.

Dampak MEA ini sendiri cukup dirasakan di Kota Pekanbaru, bahkan Encik dan Puan dapat menemukan produk makanan impor yang bukan berasal dari negara ASEAN, seperti Jepang, Cina, dan Korea kini mulai membanjiri pasar hingga toko pinggir jalan.

Hal ini tentu saja merugikan keamanan Encik dan Puan selaku konsumen, karena kebanyakan produk impor tersebut tidak mencantumkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sementara itu hasil penelusuran Disperindag Pekanbaru di lapangan menunjukkan barang impor tersebut masuk melalui negara yang tergabung dalam kesepakatan MEA, yakni Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Disperindag Pekanbaru hanya bisa mengawasi peredaran barang impor dari negara non-ASEAN tersebut. Karena dalam kesepakatan MEA tersebut, pemerintah daerah tidak bisa lagi melakukan pelarangan barang masuk dari negara ASEAN.

Lalu bagaimana dengan produk lokal? Banyak UMKM di Riau yang kini tengah berjuang untuk terus berproduksi tentunya akan terkena dampak dari MEA. Dengan pasar bebas yang sudah di depan mata, tentunya para pelaku usaha mesti meningkatkan kualitas produknya agar tetap bertahan.

Untuk melindungi UMKM, Mas Irba mewajibkan kepada semua pusat perbelanjaan atau ritel maupun waralaba untuk menjual sebanyak 20 persen produk UMKM Pekanbaru dari total produk dan jasa yang dijual.

Hal tersebut dilakukan agar tidak ada kekhawatiran yang beranggapan pelaku UMKM di Pekanbaru mati karena tidak mampu bersaing. Sehingga, perlu ada aturan khusus yang diberikan kepada pelaku usaha dari luar Kota Pekanbaru.

Selain itu, Pemerintah Kota Pekanbaru mencanangkan program pengadaan rumah kemasan yang anggarannya berasal dari kas pemerintah pusat. Terkait hal tersebut, Kecamatan Payung Sekaki, Rumbai dan Tenayan Raya mengajukan daerahnya untuk dibangun rumah kemasan.

Rumah kemasan sendiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang kemasan, baik itu konsultasi kemasan, desain kemasan hingga produksi kemasan produk itu sendiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.